RESAH: MAHASISWA



Kita soerang terdidik, kita seorang yang tau dengan apa yang kita lakukan, kita bukan asal asalan sebagaimana yang kalian terapkan, kami hadir disini karena kami tau bahwa diam ketika terjadi ketikadilan adalah sebuah penghianatan. Kami datang atas panggilan ilahi bukan panggilan uang maupun jabatan.

Alwi Alu

Seorang Mahasiswa sebagaimana yang kita ketahui, adalah merupakan agen yang idelanya, berperan aktif dalam perubahan social (Agen of Change). Ia juga merupakan generasi muda yang menjadi harapan Bangsa di masa yang akan datang (Iron Stock), hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni. pembelajaran, pengabdian dan penelitian. Jadi, Seorang Mahasiswa di tuntut untuk dapat mengabdi kepada Masyrakat dan menciptakan trobosan trobosan baru dalam mengatasi problem problem yang terjadi di Nergri ini serta dapat merespon perkembangan sains dan teknologi, serta dapat mengolah budaya-budaya yang berkembang, sehingga identitas bangsa (budaya) ini tidak terkikis habis dan di gantikan oleh budaya budaya bangsa lain atau budaya budaya baru (dapat dilihat di strategi kebudayaan, van pursen tentang bagaiman perubahan perubahan budaya itu terjadi, serta bagaiaman menstrategikannya).

Lalu bagaimana dengan para Mahasiswa Baru yang baru saja menyentuh dinamika di Perguruan Tinggi dan belum begitu bisah melepaskan kebiasaan-kebiasaan sewaktu masih di SMA. Hal ini yang menjadi pertanyaan yang perlu di jawab, dikarnakan bila di biarkan begitu saja di takutkan para Mahasiswa baru tersebut, menjalani aktivitasnya bukan sebagai seorang Mahasiswa yang memiliki beban moral yang besar dalam merespon perubahan social (Moral Force) tapi malah masih mempertahankan kebiasaan kebiasaanya di SMA yakni datang, duduk, dengarin, pulang (Mahasiswa kupu kupu / kuliah pulang-kuliah pulang).

Idelanya seorang Mahasiswa harus turut terlibat secara aktif dalam merespon perubahan social bukan malah mengambil posisi diam atau malah yang menjadi orang orang yang merusak Bangsa ini. Bahkan “Hariman Siregar” dalam Bukunya Pilar Kelima Demokrasi menyebutkan bahwa Mahasiswa merupakan pilar kelima dari demokrasi, di samping empat pilar demokrasi yang lainnya yakni legislative, eksekutif, yudikatif dan media. Dalam pandangan Hariman, ketika ke-empat pilar demokrasi tidak dapat membuat demokrasi berjalan dengan baik maka Mahasiswa menjadi satu satunya harapan untuk menjalankan demokrasi. Dalam hal ini penyambung lidah rakyat dapat di lakukan dengan demonstrasi, menulis, berpuisi sebagaimana yang di lakukan oleh wiji tukul dll.

Posisi Mahasiswa Dalam Prespektif Anthonio Gramsci

Di atas telah di ulas tentang siapa itu Mahasiswa, dan bagaimana peran Mahasiswa dalam kehidupan sosial. Yakni apabila di lihat dari prespektif gramscian berarti seorang Mahasiswa menjadi wajib hukumnya untuk melawan berbagai tindakan dan perilaku perilaku yang zholim apalagi melakukan perbuatan yang zholim di usahakan jangan samapai melakukan hal tersebut.

Sebagaimana yang di jelaskan oleh Anthonio Gramsci. Bahwasanya, “setiap orang memiliki potensi untuk menjadi seorang intelektual namun hanya segelintir orang yang dapat menjadi intelektual organic. Antonoa Gramsci membagi intelektual menjadi dua kategori yakni; intelektual organic dan intelktula tradisionalis/mekanik. Dalam hal ini seorang mahasiswa berposisi sebagai intelektual organic yakni sebagai sosok yang memiliki keberpihakan. Yakni keberpihakan kepada kaum mustad’afin (golongan golongan yang terzholimi) bukan kemudian kaum kaum mustakbirin (terkualifikasi sebagai intelektual tradisionalis). Hal ini dimungkinkan, karna. Seorang Mahasiswa memiliki bekal keilmuan yang cukup untuk membedakan mana yang salah dan mana yang benar (amal ma’ruf nahi mungkar).

Sebagai contoh semisal, Mahasiswa di Fakultas Syariah yang dalam perkuliahannya selalu bergelut dengan berbagai aturan perundang undangan (hukum positif) dan kajian kajian hukum islam (hukum islam). Dalam domein hukum islam Pastinya ia akan tau bahwasanya perbuatan perbuatan mana yang di haramkan oleh syariat dan yang di bolehkan oleh syariat, serta apa dampak hukumnya apabila melakukan perbuatan yang di bolehkan maupun dilarang. Begitupun dalam hukum positif. Contoh kasus, apabila terdapat seorang senior (Mahasiswa lama) yang bertugas sebagai panitia dalam sebuat kegiatan, katakanlah “semisal” ospek. Dalam kegiatan tersebut biaya-biaya yang di butuhkan untuk pelaksanaan kegiatan telah di peroleh dari kampus dan itu cukup. Namun dalam prakteknya senior tersebut menarik uang lagi dari Mahasiswa baru, dengan berbagai alasan dan uang tersebut nantinya akan di gunakan untuk kegiatan di luar dari kegiatan ospek semisal acara party, atau di ambil oleh senior tersebut untuk membeli HP, membeli makanan/rokok dll atau di gunakan untuk mengajak kencan pacarnya. Dalam kasus seperti ini perbuatan tersebut terkategori sebagai korupsi (pungutan liar/pungli) dan sebagai Mahasiswa fakultas syariah yang paham hukum, menjadi beban moril yang besar untuk  melaporkan perbuatan tersebut apabila ia mengetahuinya bukan membiarakan apalagi mendukung perbuatan tersebut dan di upayakan agar perbuatan-perbuatan tersebut (pugli) tidak terulang kembali.

Intelektual Organic/Intelegensia

Dalam pandanagan penulis, untuk menjadi seorang yang memiliki pengetahuan yang luas serta kepekaan social yang tinggi (intelektual organis). Memang tidaklah mudah membalikan telapak tangan, selain kemauan dan tekad yang kuat kita juga butuh dorongan dari luar diri kita untuk membantu kita mencapai tahapan tersebut.

Maka sebagai seorang mahasiswa baru, haruslah ikut berkecimpung di dalam organisasi. Karana di organisasi kalian akan menemukan berbagai macam prespektif dan karakter yang berbeda beda. Pada posisi itulah kalian akan mendapat informasi informasi (pengetahuan) yang mungkin kalian tidak dapat di dalam kelas. Juga secara tidak langsung kalian telah melatih diri kalian untuk menjadi leadership karena kalian akan mendengar pendapat orang lain, memberikan kritikan apabila terdapat kesalahan dan memberikan solusi sehingga dia dapat memperbaiki kesalahannya di kemudian hari.

Selain ilmu pengetahuan dan leadership. Seorang intelektual organis juga harus memiliki basis ideology yang jelas, di karnaka apabila ia tidak memiliki basis ideology yang jelas akan membingungkan dia dalam melakukan sebuah gerkan perubahan. Semisal kenapa gerakan itu di lakuakn dan untuk tujuan apa gerakan tersebut di lakukan. Ideology memiliki dimensi ide dan praksis yakni sebuah gagasan yang di peroleh dari pengalaman (negative) maupun dari pengkultusan (positif). Jadi seorang intelektual organic bukan hanya bermain dalam tataran wacana namun juga turut terlibat aktif dalam praktik. Sederhananya apa yang di perbuat selaras (inheren) dengan apa yang di katakana.

Untuk itu dalam memilih organisasi mana yang mau di ikut, hendaklah di kroscek terlebih dahulu bagaiaman dinamika yang terjadi di organisasi tersebut, dan organisasi tersebut apakah dapat mengantarkan kita menjadi seorang Mahasiswa atau hanya Siswa biasa atau sebagai Politisi yang memiliki kartu tanda mahasiswa (KTM) atau bahkan menjadi senior seprti kasus yang di jelaskan di atas yang suka melakukan PUNGLI.

Jadi Jika organisasi yang ingin di ikuti telah melakukan sebuah tindakan nyata (gerakan) dalam melawan kezholiman, dan sering melakukan kajian (membahas hal hal paradigmatic yang mendaki daki serta isu isu yang berkembang dalam skala nasional dan local), dan tidak membatasi pandangan padangan dari setiap Mahasiswa dalam arti ia boleh berpendapat apa saja asalkan dapat mempertanggung jawabkan argumentasinhya tersebut. Besar kemungkinan kamu akan menjadi seorang intelektual organic apabila mengikuti organisasi tersebut. Karna menurut penulis yang di butuhkan seseorang untuk menjadi intelektual organis ialah basis ideology, pengetahuan yang luas, kepekaan social dan leadership.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Urgensi Keterlibatan Masyarakat Adat dalam Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup Prespektif Ekopopulisme.

Mahasiswa Dan Politik Mahasiswa

CERITA hingga SENJA