Nasionalisme kita
Tulisan yang saya buat kali
ini merupakan respon atau bisa di katakana mengembangkan atas tulisan yang
sangat luar biasa yang sangat melampaui alam pikir dari orang orang pada
umumnya yang masih berkutat pada wacana diskursu nasionalisasi, beliau jauh
menyelam sampai aspek kemanusiaan (ham) dan demokrasi. Yakni tulisannya Gus roy
murtadho yang membahas mengenai Fripot,
Papua Dan Hubbul Wathan Minal Iman yang di mana ulasan dalam tulisan beliau
apabila di baca sangat membantu kita memahami mengenai kondisi warga Papuan,
kondisi spirit nasionalisme rakyat indonesi, juga kondisi kepeduliaan kita
terhadap kemanusiaan. Dari tulisan tersebut pula saya berkeinginan menambahkan
sebuah narasi baru yang berbicara mengenai spirit nasionalisme, dan hal apa yang
kiranya bisa kita lakukan untuk menumbuhkan spirit nasionalisme yang ideal
bukan posaido nasionalisme atau nasionalisme palsu, jika dalam bahasanya Gus
roy nasionalisme yang picik.
Mungkin tulisan ini tak
sebanding namun saya berusaha menyumbangkan sedikit hal untuk melakukan
perlawanan, sebagaimana ungkapan salah satu teman di akun fb (beta sander) bahwa
“dapat melihat kesenjangan adalah kemampuan yang
tidak biasa dan dapat melawannya adalah kesempatan yang tidak biasa“ maka
dari itu usaha yang dapat saya buat sekiranya untuk saat ini hanya membantu
dalam mengkampanyekan perlawanan terhadap sebuah penindasaan atau perbuatan
yang merendahkan harkat dan martabat manusia, melalui hal hal yang saya bisa
yakni dengan media sosial dan berbagai diskusi dan tulisan tulisan. Sembari
menunggu kesempatan yang luar biasa yakni turun berbahu-membahu bersama petani,
buruh rakyat miskin kota untuk mengembalikan bangsa indonesia pada relnya.
DARI NASIONALISME SETENGAH HATI HINGGA NASIONALISME
SEJATI
Kata nasionalisme mungkin
tak asing lagi di benak kawan kawan, dan mungkin pula kawan kawan gunakan untuk
obat sapu jaqat dalam mengatasi berbagai konflik yang berkembang dalam
masyarakat, baik yang horizontal maupun fertikal. Yakni antara masyrakat vs
masyrakat yang lain, baik antar desa ataupun antar agama. Juga konflik konflik
structural, yang menyeret pemerintah dan para pemodal pemodal (korporasi)
berhadapan dengan masyrakat.
Di sinilah kata kata
primodialisme, sektarianisme mendapatkan posisi yang buruk dalam benak benak
orang orang yang katanya nasionalis dan dalam hal ini tak jarang pula
masyrakatlah yang di salahkan, seolah olah dosa atau kesalahan itu hanya milik
dan berasal dari masyarakat saja dan pemerintah bebas dari dosa. Apabila cara
berfikir demikian yang di gunakan maka ada yang salah dengan system pendidikan
kita juga ada yang salah dengan lingkungan social kita. Karna sejatinya Negara merupakan
sekelompok orang (rakyat) yang mau berkumpul dan menjalin sebuah hubungan
(interaksi) baik dalam hal ekonomi dan lain lain yang kemudia berkembang
menjadi sebuah institusi yang besar yang mengatur, mengawasi, dan menjalankan
persoalan persoalan dalam Negari tersebut.
Dalam pembentukan Negara
tersebut, selain menjadi awal dari berjalannya sebuah institusi pemerintahan,
juga menjadi awal dari munculnya spirit nasionalisme. Jadi apabila di kaji dari
aspek terbentuknya Negara maka spirit nasionalisme ialah spirit pemersatu,
senasib, ataupun sebuah spirit yang terbentuk atas sebuah kepentingan yang sama
dan dalam konteks Negara, nasionalisme dapat di katakana sebagai spirit
kerakyatan. Maka idealnya ketika berbicara mengenai nasionalisme berarti kita
berbicara mengenai kepentingan rakyat, bukan kemudian kepentingan Negara,
birokrat ataupun elit ekonomi.
Dalam hal ini Indonesia, sebagimana yang kita ketahuia bahwa negari ini merupakan
negara dengan jumlah pulau yang banayak di dunia. Dengan jumlah pulau tersebut
juga mempengaruhi pada pola interaksi bangsa indonesia, dan karakteristik daerah daerah
tersebut (budaya).
Beraneka ragam budaya tersebut menjaddikan negara
indonesia menjaddi sebuah negara yang memiliki PR besar dalam menjaga, merawat
dan membentuk spirit nasionlisme. Sehingga agenda besar bangsa indonesia bisa
berjalan dengan semestinya yakni terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
bangsa inidonesia. Hal ini menjadi penting di karnakan dalam menjalankan pembangunan
nasional seringkali terdapat kecemburuan sosial antara daerah satu dengan
daerah yang lain, yang dapat memunculkan konflik. Maka sangat pentig kemudian
untuk membentuk spirit nasionalisme.
Namun sebagaimana yang di ungkapkan oleh sang proklamator
kemerdekaan 1945. Ir soekarno bahwasanya “jangan melupakan jas merah” airtinya
sejarah adalah sebuah pelajaran penting yang harus kita jadikan pertimbngan jika
ingin melangkah maju. tetapi bukan meniru namun hanya sebagai pertimbangan saja, karna perristiwa dan kondisi sosial
yang terjadi di era beliau maupun sebelum beliau sangatlah berbeda dengan
kondisi sekarang.
Jika kita menelisik kebelakan dalam sejarah
bangsa ini terdapat berbagai peristiwa peristiwa yang heroik, yang di lakukan
oleh rakyat indonesia. Di mana melakukan sebuah perlawanan bersama sama, saling
merangkul satu sama lain untuk melakukan perlawanan terhadap penjaja. Hal ini
bisa kita lihta dalam sejarah pergerakan bangsa indonesia. Dari di bentuknya
SDI (serikat dagang indonesia) yang kemudia berkembang menjadi (Serikat Islam)
SI yang kemudian menjadi embrio dari PKI dan terdapat tokoh-tokoh
yang penting juga
untuk di sebut, seperti soetomo yang membentuk
Budi Utomo dan Indenc partiche oleh dewes deker dkk kemudia club belajar dll yang sekiranya dalam
priode ini nama nama yang juga
muncul ialah cokroaminoto, semaun, snevlichj, soetomo dkk,
dewes deker dkk, soekarno dkk dll.
Dari berbagai pergolakan tersebut muncul berbagai
pandangan mengenai spirit nasionalisme itu sendiri, yakni sebagaimana yang di publis oleh berdikari.com Yang pertama, kita
bahas nasionalisme etnik. Nasionalisme etnik ini mengawinkan antara
eksklusivitas etnis dan nostalgia kejayaan masa lampau. Tipe nasionalisme ini
mengacu gagasan-gagasan yang dikumandangkan oleh organisasi regional-etnis,
seperti Boedi Oetomo, Tri Koro Dharmo, Jong Java, dan lain-lain. Yang
kedua nasionalisme radikal. Untuk
kategori ini, saya merujuk pada cita-cita Indische Partij, yang
didirikan oleh tiga serangkai: Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi
Soerjaningrat. Indische Partij mencita-citakan nasion Hindia yang
merdeka dan demokratis, dimana semua suku bangsa dan ras memilik hak yang sama
di dalamnya. yang ketiga adalah nasionalisme
kiri. Nasionalisme kiri mencoba menghubungkan antara anti-kolonialisme dan
cita-cita keadilan sosial.
Ada hal menarik yang sekiranya menjadi catatan kita
bersama yakni adanya perlawanan yang di lakukan bersama sama baik itu bersama
kelompok tertentu ataupun yang lebih luas baik negara maupun dunia sebagaimana
che guevara yang berjuang tanpa mengenal batass teritorial, yang berjuang karna
cinta dan kemanusiaan, dan dimanapun itu jika ada penindasa maka tak segan pula
untuk dia membantu dalam meakukan perlawanan. Bahwa pergolakan tersebut tidak berangkat dari forum
diskusi saja namun adanya interaksi langsung dengan masyrakat. Bukan cuma dalam
wacana ataupun diskursus namun dalam prakxis.
Dalam konteks sekarang, sebagaimana yang utarakan di awal
bahwa sejarah hanya sebagai bahan pertimbangan kita dalam melanhgkah maju.
artinya ulasan mengenai kondisi sosial yang terjadi di era pra proklamasi,
apapun bentuknya dan apapun yang terjadi itu sudah berlalu secara bentuk, namun
substansi dari perlawanan yang di lakukan saya rasa masih relevan untuk
sekarang tapi daalam hal bentuk perlawanan dan musuh sudahlah berbeda. Jika
mengutip kata soekarna bahwa yang kita hadapi jika dulu adalah imperialisme
maka sekarrang adalah new imperialisme. Maka caranya juag perlu kita rumuskan
kembali jika dulu vis a vis dengan penjajah maka sekarang kita lebih bayak di
hadapkan dengan bangsa kita sendiri. semisal beberapa contoh kasus daam agraria dan
lingkungan hidup, di mana yang tampak adlah masyrakat adat vs pemerintah dan
aparatus penegak hukumnya.
Idealnya sebagai sebuah negara haruslah melindungi
kepentingan rakyatnya bukan kemudia
berhadpan sebagai lawan dengan rakyatnya. Karan negara terbentuknya negara itu
berdasarkan kesepakan (konsensus) oleh rakyat
dengan tujuan keamanan, keadilan, kesejatraan, dll. Dan apabila hubungan antara
negara dengan rakyatnya sudah tidak ada hubungan yang baik yang ada hanya
perlawanan rakyat terhadap negara dan penindasan negara terhadap rakyat maka
yang ada dalam pola pikir ataupun logika masyarakat sekarang dan generasi
berikutnya ialah. Negara adalah musuh dan harus di lawan. hal seperti ini
merupakan problem besar yang kemudian, bukan di atasi dengan mencari solusi
solusi terbaik malah di lestarikan oleh negara pada hari ini. Di mana negar
semakin masif dalam melakukan perampasan terhadap tanah tanah rakyat dengan
alsan kepentingan umum, hak hak ulayat masyraakat adat yang telah di jamin leh
hukum uud 1945, uupa dan aturan perundang undangan lainnya tidaklah di gubris
oleh negara. Konsekuensi logis adalah timbulnya watka watak anrko (anti sistem)
karan masyrakat tidak merasakan kehadiran negara sebagai pelindung dan penjamin
kesejatraan dan kenyamanaan mereka, namun negara di rasakan hanya seperti
predator buas yang siap memangsa apa saja yang didekatnya (leviatan).
Dalam hal merajut spirit nasionalisme sebagaimana yang
kita impikan. Maka pola pikir (paradigma) juga tindakan dalam tataran praxis, sejatinya
kita haruslah di revlekskan kembali. Apakah sudah sesuai ataukah sudah bisa
membantu atauukah merusak,
oleh karna itu sekiranya hal hal yang dapat
kita lakukan ialah bunuh diri kelass dan terjun langsung dan sentuhah
realitas itu. Karana dalam
memnumbuhkan ataupun memperkuat spirit nasionalisme tidak bias kemudian dengan
melalui instruksi dari Negara ataupun dalam menumbuhkan spirit nasionalisme ada
jarak antara kiata dengan rakyat ataupun masyrakat. Jika hal itu yang terjadi
maka sia sialah usaha yang kita lakukan. Karna pada hakikatnya spirit
nasionalisme berasal, berkembang dan tumbuh bersama rakyat.
Komentar
Posting Komentar