HMI dan komitmen kebangsaan serta keumatan
Dewasan ini, bangsa indonesia sedang mengalami perpecahan yang
begitu akut, dikatakan akut karena, fenomena ini bukan saja terjadi antara
masyrakat dengan pemerintah namun juga terjadi diantara warga negaranya.
Parahnya, dilatari oleh probelm identitas. Yakni sentimen agama, etnis, suku
yang kemudian dipolarisasi oleh beberapa oknum. Yakni, para elit politik.
Sejatinya, sebagaimana yang kita ketahui bahwa betapa buruknya penggunaan
sentimen identitas dalam ranah politik. Apalagi pada negeri yang menerapkan
sistem demokrasi dalam aktifitas kenegaraannya. Penerapan politik identitas
akan selalu memunculkan konflik dan menghadap hadapkan antra mayoritas dan
minoritas. Dalam hal ini, Tentunya kita masih ingat, bagaimana gubernur DKI
Jakarta, yakni Ahok menjadi korban atas senitimen identitas yang dibawa bawa
kedalam ranah politk.
Selain itu, baru baru ini, kita juga menyaksikan, bagaimana umat
islam saling tengkar dan menguji keimanannya, dikarnakan terjadinya pembakaran
bendera bertuliskan kalimat Tauhid pada tanggal 20 oktober 2018. Yakni, di
lapangan alun-alun kecamatan limbangan, kabupaten garut. Tentunya pembakaran bendera tersebut, tidak
dapat kita lepaskan dari pertarungan antara umat islam. Yang diasosiasikan
dengan sebutan islam nusantara vs islam radikal.
Dalam hal ini, jika ada yang mengatakan bahwa, bangsa yang
tidak menghargai pemuda dan pemudianya adalah bangsa yang tidak memiliki masa
depan. Dalam konteks hari ini saya katakan harapan itu tidak akan terjadi jika
para pemuda dan pemudi tidak turut andil menyelesaikan problematika yang sedang
terjadi dibangsa ini.
Komitmen kebangsaan dan keumatan HMI
HMI merupakan organisasi mahasiswa yang didirikan oleh Lafran Pane bersama
kawan kawannya, pada tanggal 05 februari 1947, yakni dua tahun pasca proklamasi
kemerdekaan indonesia. Tepatnya, di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang kini
menjadi Universitas Islam Indonesia (II). Pada saat mata kuliah tafsir, yang
diampuh oleh dosen Husein Yahya. Lafran Pane dkk, meminta izin untuk melakukan
kagiatan rapat untuk membahas pendirian organisasi HMI. Pada saat yang sama
Husein Yahya diminta untuk memberikan sambutan namun beliau menolaknya,
lantrana tidak memahami tujuan dari dilaksanakannya rapat tersebut.
Pendirian HMI sendiri dilatari oleh beberpa faktor yakni; situasi
internasional, kondisi mikrobiologis umat islam indonesia, kondisi revolusi
indonesia, dan kondisi perguruan tinggi. Dari ke-empat faktor tersebut, lafran
Pane dan kawan kawan berinisiatif mendirikan organisasi mahasiswa islam, yang
tidak memisahakan persoalan agama dari aktivitas yang kita lakukan. Yakni, kita
tidak hanya berkutat pada masalah “hablum minallah”, akan tetapi juga
turut aktif dalam menjalankan urusan urusan sosial (hablum minannas).
Adapun tujuan awal dari pendirian HMI adalah mempertahankan NKRI dan mempertinggikan
derajat rakyat Indonesia. Kedua, Menegakkan dan megembangkan ajaran agama islam. Tujuan
inilah yang menjadi identitas dari setiap kader HMI. Yakni Kader Bangsa dan
Kader Umat.
Walaupun merupakan organisasi
mahasiswa islam, HMI, tidak membatasi dirinya pada umat islam saja, dan menutup
diri dari umat agama lainnya. Dalam keislaman organisasi HMI, HMI tidak begitu
mengkotak koatakan antara islam yang satu dengan yang lainnya. Dengan,
penekanan pada spirit keislaman dan kebangsaan membuat kader kader HMI tidak menutup
diri dari berbagai organisasi lainnya maupun agama lainnya selama ia tidak
mengancam kesatuuan bangsa indonesia.
Dalam hal ini, Abdurahman Wahid atau
yang biasa dipanggil dengan sebutan Gus Dur pernah menulis dengan judul “Peran
HMI telah diambil alih NU”. Pada tulisan itu Gus Dur menyampaikan bahwa; fungsi
HMI sebagai jembatan penghuubung antara umat islam dengan golongan lain atau
sebagai saluran penyerap dari luar bagi umat islam, sudah tidak berfugsi lagi,
fungsi ini telah diambil alih NU.
Belaiu melanjutkan, pada awalnya HMI
adalah penghubung antara “islam kolot”, “islam ndesa”, “islam kauman” dengan
golongan lainnya. Menurutnya HMI telah kehilangan fungsi itu dan itu sangat
beliau sesalkan.
Pada saat ini, ditengah perpecahan yang
terjadi. Yakni, dimana tidak adanya kepercayaan diantara sesama warga
indonesia. Yang ada hanya, saling curiga satu sama lainnya. Menjadi sebuah
keharusan bagi HMI untuk turut andil dalam menyelesaikan problematika yang ada.
Hal ini sebagai bentuk komitmen (tanggung-jawab) atas proses yang ia
jalani dalam organisasi HMI. Yang memiliki visi kebangsaan dan keumatan. Oleh
karena itu, sebagaimana yang diharapkan Gus Dur, selaku kader HMI saya pun
berharap bahwa HMI dapat menjalankan fungsinya kembali. Hal yang hampir sama
pun pernah di dampaikan oleh Jendral Soedirman. Belaiu mengatakan bahwa HMI
selain Himpunan Mahasiswa Islam, HMI juga meruapakan Harapan Masyrakat
Indonesia.
Bahan Bacaan:
diakses dari: https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/ini-kronologi-pembakaran-bendera-tauhid-di-garut/ar-BBOL79K
diakses dari: http://suaranasional.id/berita/detail/politik-identitas--dan-masa-depan-demokrasi-indonesia
Sabaruddin Amrullah dan Viva Yoga Mauldai, HMI dalam Sorotan Pers, (Pengurus Besar
Himpunan Mahasiswa Islam)
Komentar
Posting Komentar