Rekonstruksi Aktivisme HMI, Sebuah Otokritik
Sebagaimana yang terdapat pada muqadima konstitusi HMI paragraf pertama bahwa; “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata‘ala telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq lagi sempurna untuk mengatur umat manusia berkehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya.”[1] Dan paragraf kedua; “Menurut iradat Allah Subhanahu wata‘ala kehidupan yang sesuai dengan fitrah-Nya adalah panduan utuh antara aspek duniawi dan ukhrawi, individu dan sosial serta iman, ilmu, dan amal dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.”[2] Pada muqadimah tersebut sebagai suatu gambaran terkait dengan kegunaan menaati[3] konstitusi. Memberikan gambaran bahwasanya pada diri kader HMI sejatinya memiliki integrasi akan berbagai aspek tersebut yakni kesalehan individu (ukhrawi), kesalehan sosial serta kesalehan lingkungan yang harus dibentuk dan direalisasikan.
Dalam hal ini, clausa yang terdapat di muqadimah tersebut di
jabarkan kembali pada pasal 3 asas yakni HMI berasaskan Islam[4],
dan pasal 4 tujuan “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala”[5]
yang merupakan mission dari HMI. Serta pasal 5 usaha, yakni; (1). Membina
pribadi muslim untuk mencapai akhlaqul karimah. (2). Membina pribadi muslim
yang mandiri. (3). Mengembangkan potensi kreatif, keilmuan, sosial dan budaya.
(4). Mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemaslahatan
masa depan umat manusia. (5). Memajukan kehidupan umat dalam mengamalkan Dienul
Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (6).
Memperkuat Ukhuwah Islamiyah sesama umat Islam sedunia. (7). Berperan
aktif dalam dunia kemahasiswaan, perguruan tinggi dan kepemudaan untuk menopang
pembangunan nasional. (8). Ikut terlibat aktif dalam penyelesaian persoalan
sosial kemasyarakatan dan kebangsaan. (9). Usaha-usaha lain yang tidak
bertentangan dengan huruf (a) s.d. (e) dan sesuai dengan azas, fungsi, dan
peran organisasi serta berguna untuk mencapai tujuan organisasi.[6]
Konstitusi HMI bukan hanya persoalan terkait dengan tata cara
menjalankan organisasi (administrtatif) akan tetapi, terdapat pula cita cita
luhur yang menjadi tanggung jawab setiap kader HMI untuk merealisasikannya.
Yakni mewujudkan Masyrakat adil makmur yang diridohi ALLAH SWT yang merupakan
tujuan jangka panjang HMI dalam pandangan Akbar Tanjung dan tak lupa juga
tujuan jangka pendeknya yakni terbinanya insan akademis, pencipta dan pengabdi
yang bernafaskan islam, yang dikemas dalam aktivitas perkaderan baik di tingkat
komisariat hingga pengurus besar HMI (PB). Oleh karena itu diperlukan suatu
diskursus terkait dengan nilai nilai yang terdapat didalam konstitusi HMI
dengan problematika yang ada pada hari ini sehingga nilai nilai yang menjadi basis
perjuangan HMI bisa livein tidak lagi melangit ataupun hanya sebatas teks kaku
yang akan habis di makan rayap.
Hal ini sebagaimana yang terdapat didalam buku Strategi
Kebudayaan karangan Van Pursen, bahwa suatu perubahan merupakan suatu
keniscayaan dalam kehidupan sosial oleh karena itu diperluakan suatu
perencanaan agar kita dapat bertahan dan tidak tergilas oleh perkembangan
zaman. Dalam hal ini Van Pursen mengklasifikasikan tiga tahapan kebudayaan. pertama,
mitis yakni kehidupan manusia sangat di tentukan oleh alam. Kedua, ontologis,
yakni dominasi manusia terhadap alam, akibbat dari perkembangan ilmu
pengetahuan yang di buat oleh manusia. Ketiga, tahap fungsional yakni
tahap dimana manusia mulai sadar akan dampak negatif dari perkembangan ilmu
pengetahuan sehingga membuatnya lebih mensinergiskan antara alam dan kebutuhan
manusia dan tidak saling mendominasi. Dalam posisi ini, HMI sebagai organisasi
mahasiswa pertama di repoblik idonesia, yakni yang didirikan dua tahun pasca
proklamasi kemerdekaan. Patut menjadi tauladan bagi omek lainnya dalam hal
berkontribusi untuk bangsa.
Van Peursen di bagian awal bukunya, ia menyampaikan bahwa pada
awalnya, orang banyak berpendapat tentang konsepsi kebudayaan yang hanya
meliputi segala manivestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang
bersifat rohani saja. Akan tetapi dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai
manifestasi dari seluruh aspek kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap
kelompok orang. Manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Oleh
karena itu, untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah
disediakan oleh alam. Misalnya, beras agar dapat dimakan harus diubah dulu menjadi
nasi.[7]
Hal inipun berlaku pada HMI sebagai kader Umat dan kader Bangsa, perlu
melakukan berbagai modifikasi pada matode perjuangannya begitupun pilihan issu
yang akan di tanggapi yakni yang sesuai dan relefan dengan masalah yang benar
benar di alami oleh bangsa dan umat, yang bukan merupakan sebuah rekayasa.
HMI, sejak didirikan pada 5 februari tahun 1947, telah eksis hingga
usianya yang ke 72 tahun dan telah melewati berbagai dinamika dalam konteks
negara dan disetiap rezim yang berbeda serta persoalan yang berbeda juga, yang
di gambarkan ke dalam 11 fase perjuangan HMI. Mulai dari fase konsolidasi
spiritual (1946-1947), fase pengokohan (5 februari 1947-30 november 1947), fase
perjuangan bersenjata (1947-1949), fase pertumbuhan dan perkembangan HMI (1950-1963),
fase tantangan (1964-1965), fase kebangkitan HMI sebagai pelopor orde baru (1966-1968),
fase pembangunan (1969-1970), fase pergolakan dan pembaharuan pemikiran
(1970-1998), fase reformasi (1998-2000), fase tantangan II (2000-2006), fase kebangkitan kembali (2006-sekarang).
Dari berbagai fase tersebut, HMI selalu mengalami dinamika tersendiri, dan
berhasil melewatinya. Dinamika itupun muncul karna keterlibatan HMI, baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh
negri ini, keterlibatan tersebut bukanlah suatu peristiwa yang terjadi pada
ruang hampa yakni tidak ada sebab akibatnya, akan tetapi dikarenakan spirit
kebangsaan dan keumatan yang dimiliki oleh kader-kader HMI untuk berikhtiar
menyelesaikan masalah masalah yang terjadi.
Dalam hal ini, sebagaimana problem bangsa kita hari ini, sangatlah
banyak terdapat pada pengelolahan SDA yang amburadur sehinngga menimbulkan
konflik dimana mana dan kerusakan lingkungan hidup. Problematika tersebut
diakibatkan oleh berbagai hal, tergantung dari prespektif apa kawan kawan
menganalisisnya, yakni dikarenakan paradigama yang masih memandang alam sebagai obyek yang harus di
ekspolitasi agar mendapatkan kapital sebanyak banyaknya, dan dapat juga
dikatakan bahwa terdapat ketidak patuhan hukum dari pihak pihak terkait, baik
investor, pemerintah dan masyrakat. Serta diberlakukannya ekopol
liberal-kapitalistik. Namun, apapun kesimpulan dari analisis kawan kawan satu
hal yang tak berubah dan tak berbeda adalah bahwa kerusakan lingkungan hidup
dan konflik di bidang SDA telah terjadi dan bahkan sampai pada titik yang dapat
dikatakan kronis dalam artian sangat parah.
Pada posisi itu bagaimana nilai tawar HMI sebagai organisasi yang
memiliki jumalah anggota yang bagitu banyak, yang tersebar di berbagai kota di
indonesia dan juga sebagai organisasi yang memiliki cita-cita luhur dan
memiliki spirit kebangsaan dan keumatan, berkontribusi. Oleh karena itu
penulis, dalam tulisan ini akan menunjukan irisan-irisan yang ada pada
kontitusi HMI sehingga dapat memberikan satu pandangan bahwasanya
keterlibatannya untuk mengatasi problematika tersebut apakah merupakan sebuah
kewajiban ataukan tidak.
Mission HMI dan Problematika Bangsa.
Jika di sebutkan satu satu, terkait dengan problematika bangsa hari
ini, mungkin akan banyak dan mungkin juga tidak ada atau ada tetapi sediki,
tergantung dari sudut padang yang kita gunakan untuk melihat realitas hari ini.
Dalam hal ini, jika kita melihat dari prespektif bernegara atau dalam kajian
negara maka permasalahan hari ini adalah tidak terpenuhi, tidak terlindungi dan
tidak dihargainya hak asasi warga negara. Yakni hak untuk memperoleh lingkungan
hidup yang baik dan sehat, hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, hak
untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan, hak kebebasan berekspresi dan
berpendapat dan berbagai hak hak lainnya yang terklasifikasi ke dalam hak sipil
politik (sipol) dan hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).
Berdasarkan data pengaduan masyarakat di Komnas HAM
Tahun 2014, dugaan pelanggaran HAM yang dialami oleh individu menjadi mayoritas
pelaporan ke Komnas HAM. Jumlahnya mencapai 4.342 (jumlah tersebut merupakan
penambahan dari individu orang seorang sebanyak 3.647 berkas dan individu
rentan sejumlah 695 berkas).[8]
Tabel I.I
no
|
Klasifikasi
korban
|
Jumlah berkas
|
presentase
|
1
|
Individu
orang seorang
|
3.647
|
51%
|
2
|
Individu
rentan
|
695
|
9%
|
3
|
Kelompok
masyarakat
|
1.951
|
27%
|
4
|
Kelompok
rentan
|
802
|
11%
|
5
|
Organisasi
|
23
|
1%
|
6
|
Warga negara
asing
|
12
|
1%
|
jumlah
|
7.130
|
100%
|
Sebagaimana yang terdapat pada tabel tersebut, yakni terdapat
jumlah pelanggran yang terjadi pada individu, dalam hal ini KOMNAS HAM
mengasumsikan bahwa; pertama, terdapat kesadarah HAM pad
individu-individu. Kedua, terdapat kemudahan akses ke KOMNAS HAM dan ketiga,
terdapat pelanggaran HAM yang memang lebih melibatkan individu. Jika
dilihat berdasarkan kualifikasi tema hak, hak memperoleh keadilan yang pada
umumnya, berkaitan dengan kinerja aparat penegak hukum seperti Kepolisian,
Kejaksaan, dan Lembaga Peradilan yang dilaporkan bekerja tidak sesuai dengan
prosedur atau harapan masyarakat pengadu. Praktik kriminalisasi, mafia hukum,
hingga peradilan sesat masih saja menjadi bumbu getir bagi penegakan hukum di
Indonesia. Tingkat pelanggaran pada hak ini yakni 41%. Sedangkan tema hak atas
kesejahteraan, berkisar pada isu konflik lahan, sengketa ketenagakerjaan dan
kepegawaian, penggusuran rumah tinggal dan pedagang, hak atas kesehatan, serta buruh
migran, hak inipun sama terkait dengan tingkat pelanggarannya yakni 41%.[9]
Sedangkan pada bidang agraria pada tahun 2016 KPA mencatat sedikitnya
telah terjadi 450 konflik agraria sepanjang tahun 2016, dengan luasan wilayah
2.829.254 hektar dan melibatkan 86.745 KK yang tersebar di seluruh provinsi di
Indonesia. Jika di tahun sebelumnya tercatat 252 konflik agraria, maka terdapat
peningkatan signifikan di tahun ini, hampir dua kali lipat angkanya. Jika di
rata-rata, maka setiap hari terjadi satu konflik agraria dan 7.756 hektar lahan
terlibat dalam konflik. Dengan kata lain, masyarakat harus kehilangan sekitar
lima kali luas pulau Bali. Dalam hal ini pada sektor Perkebunan masih tetap
menjadi penyebab tertinggi konflik agraria dengan angka 163 konflik (36,22 %),
disusul sektor properti dengan jumlah konflik 117 (26,00 %), lalu di sektor
infrastruktur dengan jumlah konflik 100 (22,22 %). Kemudian, di sektor
kehutanan sebanyak 25 konflik (5,56 %), sektor tambang 21 (4,67 %), sektor pesisir
dan kelautan dengan 10 konflik (2,22 %), dan terakhir sektor migas dan
pertanian yang sama-sama menyumbangkan sebanyak 7 konflik (1,56 %).[10]
Grafik intensitas konflik. I.II[11]
Grafik konflik persektor I.III[12]
Dalam hal ini dapatlah
diketahui bahwa tanggung jawab negara dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan tersebut, malah menjadi aktor dalam konflik tersebut
yakni sebagai pihak yang merampas hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu,
HMI sebagai Organisasi Mahasiswa yang dimana sebagaimana yang dikatakan Hariman
Siregar Sebagai Pilar ke lima demokrasi yakni penyambung lidah rakyat harus
mengambil peran secara intens dan masif dalam menyelesaikan problematika
tersebut. Hal inipun sejalan dengan apa yang menjadi Tujuan HMI atau mission
HMI yakni;[13] “Terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridohi Allah SWT” daripada
terlibata pada masalah masalah yang bukan akar persoalan dan cenderung tidak substansif
semisal terlibat pada aksi 411 dan 212 di jakarta dan gerakan gerakan
seremonial lainnya.
Perwujudan dari Mission HMI adalah untuk membentuk
pribadi insan cita yakni kader yang memiliki lima kualitas insan cita,
sebagaimana yang terdapat di tujuan HMI yang telah sebutkan diatas, selaian
dari membentuk pribadi atau individu,
apa yang menjadi tujuan HMI juga merupakan suatu keadaan ideal yakni masyrakat relijius,
adil dan makmur serta bahagia (masyrakat adil makmur yang di ridohi Allah SWT),[14]
Bukan hanya keadilan sosial ekonomi tetapi juga keadilan lingkungan. Oleh
karena itu udah menjadi kewajiban kader HMI sebagai bentuk ikhtiar mencapai
tujuan HMI, untuk terlibat dalam menyelesaikan masalah SDA dan lingkungan
hidup.
Dalam hal ini, menurut
saya, “Jika terdapat kemauan (politiakal will) jangankan menyelesaikan
masalah bangsa, menurunkan surga ke bumi pertiwi pun HMI sanggup melakukannya”.
Mungkin, Agak terkesan melebih-lebihkan, dari ungkapan saya
tersebut, namun menurut saya sebagai organisasi terbesar yang memiliki anggota
yang banyak dan tersebar di berbagai wilayah di repoblik indonesia yakni dari
sabang sampai merauke bukan tak mungkin kalau HMI dapat menyelesaikan
problematika yang dihadapi oleh bangsa hari ini. Selain kuantitas yang banyak,
secara kualitas kader kader HMI tak dapat dipandang sebelah mata, dengan kultur
akademis yang ada yakni sendiri membaca, berdua diskusi, tiga dan seterusnya
aksi telah membentuk kader kader HMI menjadi pribadi pribadi yang dapat
bertahan walau dihantam berbagai dinamika. Oleh karena itu, saya sangat optimis
jika HMI dari pusat hingga ke komisariat-komisariat bersama sama turut serta
dalam menyelesaikan problem bangsa khususnya di bidang SDA dan lingkungan
hidup.
HMI Di Massa Kebangkitan
Kembali (2006-Sekarang)
Pada konstitusi hasil kongres ke XXIX pekanbaru, yang
dilaksanakan pada tanggal 22 november – 5 desember 2015, pada massa
kembangkitan saya secara pribadi hanya melihatnya sebagai sebuah harapan bukan
merupakan sebuah fakta yang bear benar ril terjadi. Hal ini sebagaimana yang di
gambarkan pada pada fase kembangkitan kembali, jelasnya sebagai berikut;[15]
Gelombang
kritik terhadap HMI tentang kemundurannya telah menghasilkan dua umpan
balik. Pertama, telah muncul kesadaran individual dan kesadaran
kolektif (bersama-peny) di kalangan anggota, aktivis, kader, bahkan alumni HMI
serta pengurs dimulai dari Komisariat sampai PB HMI, bahwa HMI sedang mengalami
kemunduran. Kedua, selanjutnya dari kesadaran itu muncul kesadaran baru,
baik secara individual dan kesadaran bersama dikalangan anggota, aktivis,
kader, alumni dan pengurus bahwa dalam tubuh HMI mutlak dilakukan perubahan dan
pembaharuan supaya dapat bangkit kembali seperti masa jaya-jaya dulu.
Sampai
sejauh mana kebenaran dan bukti adanya indikator-indikator kebangkitan kembali
HMI, sejarahlah yang akan menentukan kelak. Kita semua berharap dengan penuh
optimis sesuai dengan ajaran Islam supaya manusia bersikap optimis, agar HMI
dapat mengakhiri masa kemundurannya dan memasuki masa kebangkitannya secara
meyakinkan.
Di tangan
generasi sekaranglah sebagai generasi penerus, pelanjut, dan penyempurna perjuangan
organisasi mahasiswa Indonesia tertua ini (HMI). Yakinkan dengan Iman, Usahakan
dengan Ilmu, Sampaikan dengan Amal, Bahagia HMI, Jayalah Kohati, Yakin Usaha
Sampai.
Sebagaimana
yang terdapat pada paragraf kedua, telah menunjukan bahwa fase kebangkitan
kembali hanya sebuag opini yang di sebar luaskan dengan sebuah harapan akan
terwujud. Dalam hal ini, saya menyepakati akan impian tersebut akan tetapi,
sebagai sebuah fase dalam sejarah HMI saya kira tidak layak untuk dikatakan
sebagai sebuah fase kebangkitan kembali, lantaran pada tataran empiris kader
kader HMI yang berada di struktural kepengurusan di tingkat PB, Badko, dan
Cabang tidak menggambarkan satu fenomena yang baik untuk menyatakan bahwa fase
ini adalah fase kebagkitan kembali, akan lebih tepat dikatakan sebagai fase
kemunduran total HMI. Kenapa demikian, dapat kita sakisikan berbagai kasus yang
terjadi di negri ini, mulai dari konflik agraria, perusakan lingkungan,
eksploitasi SDA, korupsi dll partisipasi kader HMI secara institusional sangatlah
minim dan dapat dikatakan tidak ada. Adapun keterlibatan HMI, hanya sebagai
sebuah gerakan yang sporadis bukan gerakan yang berlandaskan nilai nilai
ideologis. Hal ini dapat dilihat dari kemasifan dan intensitas dalam pengawalan
issu-issu yang ada. Begitu minim, dan begitu cepat menghilang layaknya menulis
di atas pasir dan ketika di hantam ombak atau di sapu angin maka akan lenyap
ditelan kenangan.
Tawaran Pola Gerakan: Sebuah
Ikhtiar
Secara kuantitas, jumlah anggota HMI sebagaimana di
ungkapkan oleh Jusuf Kalla
dengan mengutip pernyataan Arief Rosyid Hasan, bahwa HMI memiliki 215 cabang
se-Indonesia, dan jumlah kader sebanyak 600.000 kader, serta memiliki 6 juta
alumni.[16]
Sementara itu jumlah masyrakat indonesia sendiri mencapai 262 juta jiwa,[17]
Dengan anggota sebanyak itu tidaklah mungkin daya tawar atau pengaruh HMI di
tataran Nasioanal tidak ada ataupun minim. Jika tidak ada, maka hal tersebut
meruakan PR besar bagi pengurus besar.
Dalam hal ini, sebagaimana pola konflik di sektor SDA dan agraria,
yakni yang cenderung bersifat fertikal, dimana menghadapkan pemerintah vs
masyarakat. Maka upaya yang dapat dilakukan oleh kader HMI di tataran
Komisariat, dan Cabang adalah melakukan advokasi dan perorganiasaian, secara
masif dan intens serta continue dan berpihak kepada kaum mustad’afin, untuk
menyelesaikan problamatika tersebut. Sementara pada tataran PB HMI hal yag
dapat dilakukan diantaranya mengontrol jalannya pembentukan aturan
undang-undang dan aturan skala nasional lainnya, sehingga tidak ada cela untuk
melakukan manipulsi untuk kepentingan bisnis tertentu.
Sebab, saya menawarkan pola gerakan advokasi dan pengornaiasian, adalah
dikarenakan untuk dapat meminimalisir efek domino dari gerakan yang dilakukan
HMI, selain itu juga menurut saya pola advokasi lebih tepat digunakan oleh
kader HMI ketimbang Revolusi karena HMI merupakan kader Umat dan Kader Bangsa
yang akan selalu turut serta membela negri ini, sebagaimana yang terjadi pada
fase angkat senjata dimana HMI turut terlibat aktif dalam melawan PKI, dan
advokasi merupakan metode yang pas untuk menyelesaikan masalah masalah yang ada
pada era ini.
Dalam hal ini, Sebagaimana di ungkapkan oleh Roem Topatipasang
bahwa “mengorganisir rakyat bukanlah suatu pekerjaan yang akan membawa
keberuntungan kebendaan atau kemasyhuran nama yang akan menjadikan anda seorang
pahlawan. Sebaliknya, seorang pengorganisir rakyat baru dapat dianggap berhasil
jika sang pahlawan adalah rakyat itu sendiri dan bukannya sang pengorganisir.
Mengorganisir rakyat bukanlah suatu pekerjaan dimana anda harus memenuhi
ketentuan 8 jam kerja sehari karena takut dipecat oleh atasan anda.
Mengorganisir rakyat juga bukan semacam hobi yang bisa saja anda ubah ketika
menemukan hobi baru lainnya yang lebih mengasyikkan. Bahkan, mengorganisir rakyat
juga bukanlah suatu proyek pribadi yang bisa anda permaklumkan dan akui sebagai
milik anda sendiri”.[18] Oleh
karena itu, agar gerakan ini berjalan masif, sinergis, contineu dan progresis.
Maka garis istruksi yang ada pada pengurus besar kepada setiap cabang yang
tersebar di seluruh penjuru indonesia haruslah dimanfaatkan dengan baik dan
bijaksana, sehingga gerakan HMI menjadi gerakan yang mencerminkan kolektifitas
dan sinergis antara PB dan Cabang serta komisariat-komisariat. Bukan merupakan
gerakan yang terpisah pisah sebagaimana yang terjadi sekarang, yakni cabang
jalan sendiri, PB jalan sendiri begitupun Komisariat sangat begitu alergi
dengan Cabang maupun PB karena cenderung Politis dan lupa akan Mission HMI yang
ada hanya kepentingan pribadi personalia yang ada di kepengurusan PB maupun
Cabang.
Sebagai sebuah penutup muncul sebuah harapan yang besar kepada
ketua umum terpilih kakanda Respiratori Sadam Al-Jihadi priode 2018-2020 untuk
benar benar mengabdikan diri untuk umat dan bangsa. Jika kakanda Sadam
Al-Jihadi bisa benar benar mangabdikan diri untuk umat dan bangsa maka,
kebangkitan kembali dapat menjadi sebuah kenyataan. Sekian, billahi tauwiq
walhidayah wassalamualaikum wr wb. Yakusa.
[1]
Konstitusi kongres ke XXIX Riau Pekanbaru.
[2] Ibid.
[3] Theo
Huijbers, Filsafat hukum dalam lintas sejarah, (kanisius, yogyakarta;1982),
h.24
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Diakses
dari https://centerformunawareducation.files.wordpress.com/2013/06/strategi-kebudayaan.pdf
pada tanggal 24 juni 2018
[8] Laporan
Tahunan 2014, KOMNAS HAM 2014-2015. H, 19
[9]. Ibid, h
19-21
[10] “liberalisasi
agraria diperhebat, reforma agraria dibelokkan” Catatan akhir tahun 2016,
konsorsium pembaruan agraria.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Pasal 4
konstitusi HMI,
[14]
Konstitusi HMI hasil Kongres pekanbaru, h.122
[15] Diakses
dari https://yakusaaa.blogspot.com/2017/11/fase-fase-sejarah-perjuangan-hmi.html
pada tanggal 24 juni 2018
[16] Diakses
dari http://hminews.com/2015/02/berita-pilihan/pesan-pesan-jk-dalam-milad-68-tahun-hmi/
pada tanggal 24 juni 2018.
[17] Diakses
dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/12/berapa-jumlah-penduduk-indonesia
pada tanggal 24 juni 2018.
[18] Diakses dari http://www.lifemosaic.net/images/uploads/Mengorganisir-Rakyat-Edisi-2010-ALL.pdf pada tanggal 24 juni 2018
Komentar
Posting Komentar