Suka dan duka cita atas pelarangan cadar di UIN Malang
Pada surat edaran fakultas tarbiyah, UIN
Malang nomor 1110/Un.03.1/PP.00.9/04/2018 tentang tata tertib berpakaian
mahasiswa, tertanggal 4 mei 2018. Mengatur; (1) setiap mahasiswa fakultas ilmu
tarbiyah dan keguruan harus mengenakan pakaian yang rapi, memenuhi kaidah
kesopanan, dan menutup aurat sebagaiaman ketentuan syar’i. Pada poin ke tiga,
tepatnya huruf c, poin kedua (2), ketentuan terkait larangan bagi mahasiswi
atau mahasiswa perempuan, yakni; mengenakan pakaian berbahan tipis/transparan,
bercadar, robek robek, berbahan jeans, bertuliskan atau bergambar yang
mengandung unsur pornografi, provokasi, kekerasan dan lain lain.
Keputusan
yang ditandatangani oleh Dr. H. Agus Maimun, M.Pd ini memberikan dampak suka dan
duka cita tersendiri bagi civitas akademika di UIN Malang khususnya bagi para
mahasiswa dan mahasiswi. Bagi para mahasiswi yang menggunakan cadar, surat edaran
yang dikeluarkan tersebut, telah membatasi dan merampas hak asasi yang ada pada
dirinya. Hak asasi yang melakat secara kodrati pada setiap individu yang
seyogyanya harus di penuhi (to fulfill),
di lindungi (to protect) dan dihormati
(to respect), malah dibatasi dan
dirampas dari mereka.
Pada
sisi yang lain muncul angin baik, bagi gerakan mahasiswa, dalam hal ini
terdapat momentum dimana mereka dapat berkumpul kembali, melompati sekat sekat
idelogis dan kepentingan. Gerakan mahasiswa di UIN Malang yang telah terlelap
dalam tidurnya kini perlahan mulai bangkit. Belum mencapai satu bulan, aksi
yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa peduli literasi (AMPLI) terkait kasus
plagiasi yang dilakukan oleh WR 1 yakni pak zainudin dan aksi yang dilakukan
oleh Forum mahasiswa bersatu (FOB) terkait komersilisasi kampus dengan poin
tuntutan yakni secara garis besar meminta transparansi status kelembagaan Mahad
Sunan Ampel Al-Ali dan transparansi alokasi dana Mahad, menuntut agar
diturunkannya uang UKT serta memberantas dugaan kasus korupsi di UIN Malang.
Kini,
muncul masalah baru yang membuat mahasiswa mahasiswa yang awalnya tercerai
berai dikarenkan kepentingan politik dan dasar ideologi kini menyatuh dan
memiliki visi yang sama dan gagasan yang sama yakni menolak akan pelarangan
cadar. Karena surat edaran tersebut, telah membatasi dan merampas hak asasi
yang ada pada setiap individu (mahasiswa dan mahasiswi UIN Malang. Dalam hal
ini, bukan saya melihat pelarangan cadar sebagai sebuah berkah, akan tetapi
saya ingin menyampaikan bahwasanya gerkan gerakan mahasiswa sudah saatnya untuk
tumbuh dan subur. Dikarenakan banyak kebijkan kebijkan yang dibuat keluar dari
koridor dalam artian merampas hak asasi manusia.
Duka cita atas pelarang cadar
Surat
edaran yang dikeluarkan oleh dekanat fakultas tarbiyah tersebut, merupakan satu
preseden buruk bagi civitas akdemika
UIN Malang, hal ini dikarenakan kampus atau universitas yang dimana merupakan
basis dari agen-agen yang memiliki
pengetahuan yang luas dan memiliki kedalaman secara keilmuan, seyogyanyan
memberikan contoh yang baik malah kini sebaliknya. Hal ini dikarenakan, cadar
yang merupakan identitas dari umat muslim, malah di universitas islam Negeri,
hak untuk menggunakan cadar di batasi dan apabila dilanggar akan diberikan
sanksi. Terkait dengan kontroversi dari cadar bukanlah sebuah persoalan yang
begitu urgen ketimbang hak untuk
menggunakan cadar dibatasi.
Dalam
hal ini saya, melihat bahwa cadar adalah sebuah pakaian yang dipakai oleh umat
muslim, sama halnya dengan pakaian yang digunakan oleh umat budha, umat
kristen, dan jika, dikatakan sebagai pakaian yang tidak sopan merupakan satu
bentuk pandangan yang konyol atau keliru. Oleh karena itu, persolannya
sedarhana, jika pakaian seperti gamis diperbolehkan kenapa cadar dilarang,
apakah dengan memakai cadar seorang dapat dikatakan tidak bermoral. Lantas
landasan moral seperti apa yang digunakan untuk menilai fenomena tersebut.
Bukankah terkait mengunakan hijab atau tidakpun masihlah sebuah permasalahan
yang tak kunjung selesai dalam perdebatan akademik. Lantas bagaimana mungkin
seorang yang menggunakan cadar dilarang diuniversitas UIN Malang.
Jika,
alasan dari pembuatan surat edaran terkait pelarangan cadar, dikarenakan
dikawatirkan beredarnya paham radikalisme dan fundamentalisme. Menurut saya itu
merupakan alasan yang sangatlah tidak rasional, dikarenkan paham
fundamentalisme dan radikalisme merupakan suatu ideologi yang muncul dan
berkembang karena adanya invasi militer AS ke timur tengah (asef bayat,
pos-islamisme). Dalam hal ini untuk mengatakan paham tersebut salah atau tidak
masilah debatebel, akan tetapi jika ingin mencegah penyebaran paham tersebut
dengan pelarang cadar adalah suatu perbuatan yang konyol atau tidak tepat.
Hal
ini dikarenakan mahasiswi-mahasiswi yang menggunakan cadar di UIN Malang jika
diidentifikasi bukanlah mahasiswi yang tergolong kedalam salah satu aliran
tersebut. Malahan mahasiswi-mahasiswi tersebut ada yang tergabung ke dalam
organisasi PMII (mayoritas NU) dan juga ada yang netral dan juga masuk ke
organisasi lainnya. Artinya dasar pembentukan surat edaran tersebutlah tidaklah
memiliki landasan yang kuat. Bukannya mencegah penyebaran paham radikalisme dan
fundamentalisme malah terjadi pelanggaran HAM yang seharunya dilindungi,
dipenuhi, dan dihormati.
Menurut
Menteri Agama, Lukman Hakim Sayfudin. Bahwa “pemakaian cadar dalam Islam merupakan wujud pengmalan
keyakinan agama. Hal itulah yang harus dihormati oleh sesama umat beragama,
"yang mengatakan bukan bagian pengamalan agama masing-masing harus
membangun toleransi yang tinggi, saling menghargai dan tidak boleh saling memaksakan.
Jadi, ini pandangan yang sangat beragam" (Republika 08/03/2018).
Fenomena
pelarangan cadar inipun telah dilakukan di universitas islam yang lain
diantaranya yakni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta namun dikarenka begitu banyak
penolak yang ada peraturan terkait pelarangan cadarpun ditiadakan, karena
dinilai melanggar HAM (CNN, 08/03/2018). Hal ini yang seharusnya menjadi satu
gambaran bagi UIN Malang sebelum membuat surat edaran tersebut.
Suka Cita atas pelarangan cadar
Apapun
alasannya pelaanggaran terhadap hak asasi manusia tidaklah dapat dibenarkan dan
menjadi kewajiban bersama untuk mengcaunter
perbuatan-perbuatan yang melanggar HAM tersebut. Dalam hal ini, pelarangan cadar di UIN Malang, memberikan
angin baru bagi gerakan Mahasiswa di UIN Malang. Hal ini dikarenakan, mahasiswa
sebagai seorang intelektual akan diam dan konsen belajar jika tidak ada suatu
problem yang ada disekitarnya ataupun dinegrinya. Sekiranya itu ungkapan yang
tepat untuk menggambarkan terkait dengan status dari seorang mahasiswa, yakni
sebagai moral force atau kekuatan
moral.
Sebagai
seorang yang telah memiliki pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang
salah, menjadi satu tanggungjawab baginya untuk merespon berbagai permasalahan
yang terjadi. Yakni, dengan melakukan berbagai upaya agar keadaan kembali baik.
Dalam hal ini Ada beberapa hal yang harus kita pahami terkait gerakan mahasiswa
yakni terkait peran dan fungsinya. Hal ini mungkin sudah banyak di ketahui
oleh para mahasiswa dan mahasiswi dikarena sering di ucapkan waktu OSPEK atau
PBAK yakni sebgai agen of change, sosial control, dan iron stock.
Kedua,
konsep gerakan mahasiswa. Hal ini sangatlah urgen dikarenakan setiap mahasiswa
selalu memandang gerakan mahasiswa itu anarkis dan hanya demonstrasi. Padahal
mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya bisa di salurkan dalam bermacam-macam
hal misalnya seni, diskusi, menulis dan sebagainya. Walaupun dalam hal ini,
penulis juga tidak menafikan bahwa aksi merupakan tindakan nyata mahasiswa
dalam merespon realitas sosial. Ketiga, keberpihakan. Terkait
keberpihakan ini merupakan faktor yang akan menentuka kemana arah gerakan
mahasiswa tersebut. Apakah dia merupakan suatu gerakan yang independen ataukan
gerakan yang muncul atas saran ataupun intruksi kelompok kepentingan (interest group) tertentu. Hal ini
sekiranya perlu diketahui secara bersama, dan jika terdapat gerakan mahasiswa
yang dilatari oleh kepentingan kelompok tertentu, sesegera mungkin perlu di
caunter secara bersama. Sebagaimana yang dikatakan oleh W.S Rendra dalam sajak
Perkumpulan Mahasiswa, bahwa; “maksud baik saudara kepada siapa, saudara
berdiri di pihak yang mana,”. Gerakan mahasiswa haruslah indpenden, tidak
tunduk pada siapapun atau pada apapun selain kebenaran.
Dalam
hal ini respon yang dilakukan mahasiswa UIN Malang terkait pelarangan cadar
tersebut diharapkan berlandaskan atas pemahaman bermasa bahwa pelarangan untuk
menggunakan cadar merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia, dan dilakukan dengan berbasis pada
data (base on data) bukan pada asumsi
dan subyektifitas masing masing golongan ataupun pribadi serta merupakan
gerakan yang continue bukan gerakan yang sporadis. Sehingga gerakan yang
dilakukan mencerminkan, gerakan para pelajar atau para akdemis.
Komentar
Posting Komentar